Rabu, 10 Juli 2013

"Dua Anak Cukup!"





JAKARTA, bkkbn online

 
Bahasa komunikatif sangat penting untuk kampanye keluarga berencana (KB). Slogan “Dua Anak Lebih Baik” sering dipelesetkan cara membacanya. Sehingga dinilai kurang efektif dan kini BKKBN kembali mengaktifkan lagi slogan “Dua Anak Cukup”, karena dinilai komunikatif, singkat, jelas, dan tegas.
 
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi juga sangat setuju dengan slogan “Dua Anak Cukup”. Dukungan Menkes ditunjukkan pada setiap momen membuka sebuah acara. Menkes selalu memukul gong atau palu sebanyak dua kali, dan saat itu pula mengkampanyekan “Dua Anak Cukup”, laki-laki atau perempuan sama saja.
 
“Betul, Menkes meminta slogan KB "Dua Anak Cukup " dan menghindari empat terlalu (4 Terlalu) dihidupkan kembali. Empat terlalu yaitu terlalu muda untuk melahirkan, terlalu tua untuk melahirkan, terlalu rapat jarak kelahiran dan terlalu sering melahirkan. BKKBN juga melakukan akselerasi program kependudukan dan KB,” kata Plt Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sudibyo Alimoeso, saat acara Media Gathering di Hotel Park Jakarta, Kamis (16/5/13).
 
Langkah –langkah akselerasi yang dilakukan BKKBN, utamanya untuk mencapai target RPJMN dan pembangunan millennium (MDGs) antara lain, peningkatan kegiatan advokasi dan KIE (komunikasi informasi dan edukasi) kepada masyarakat yang menjadi sasaran khusus program kependudukan dan KB.
 
Kelompok yang saat ini menjadi sasaran penggarapan, antara lain pasangan usia muda dan memiliki dua anak, pasangan usia subur miskin, dan masyarakat di wilayah sulit terjangkau dengan memenuhi kebutuhan pelayanan KB.
 
Terkait dengan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 yang menunjukkan program KB sudah “lampu merah” atau “bahaya”, maka Sudibyo pun meminta jajarannya bekerja secara kreatif dan disiplin. “Mindset harus dengan mental modern, bisa share vision, dengan sistem thinking, dan team learning,” ujarnya.(kkb2)

GenRe : Saatnya Generasi Muda Berencana







GenRe (Generasi Berencana) merupakan salah satu program dari  BKKB (Badan Kependuduakan dan Keluarga Berencana). Tuhuan dari program ini adalah agar para remaja di Indonesia mengenal program Keluarga Berencana (KB) dan Kependudukan dan tujuan lain dari program ini adalah untuk menghindari sex bebas, narkoba, dan HIV/AIDS di kalangan para remaja Indonesia.
Permasalahan remaja memang harus diperhatikan, karena maraknya permasalahan remaja yang paling menonjol adalah persoalan tentang seksualitas, HIV/AIDS, narkoba dan rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi  dan median usia kawin pertama yang relatif masih rendah (sehatnews.com dan ciputranews.com)
Ungkapan yang harus melekat pada remaja di  program GenRe adalah Say NO To Drugs (ucapkan tidak untuk/pada Narkoba), Say NO to free sex (ucapkan tidak pada sex bebas), GoodBye HIV/AIDS (Selamat tinggal HIV/AIDS). 
Persoalan lain adalah naikknya jumlah penduduk yang membludak. mengingat, jika pertumbuhan penduduk meningkat maka kebutuhan pokok akan menipis, dan lapangan pekerjaan juga akan sulit didapatkan secara sehat. sebagai remaja kita seharusnya  mengerti dan sadar akan hal ini. Ingat Indonesia adalah negara ke-4 dengan kepadatan jumlah penduduk.
Dengan adanya kegiatan program GenRe seperti  GenRe Goes to Campus dan GenRe Goes to School, diharapkan para mahasiswa dan siswa mendapatkam pembelajaran dari sejak dini. Remaja Indonesia hendaknya harus dapat serta merencanakan jauh ke depan , agar dapat mencapai kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.

Aku berharap Program ini berhasil demi kelangsungan hidup terutama remaja  Indonesia, Yuk ikut GenRe (Generasi Berencana), Saatnya Generasi Muda Berencana!!
salam GenRe :)

Akibat Pernikahan Dini







Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Hal ini terkait pada suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.
Kesehatan reproduksi terkait dengan siklus hidup, dimana setiap tahapannya mengandung risiko yang terkait dengan kesakitan dan kematian. Kondisi yang baik mulai dari bayi dalam kandungan akan berdampak positif untuk meneruskan generasi berikutnya.
Salah satu yang dapat menjadi penyebab terganggunya kesehatan reproduksi dari Pernikahan Dini (early Marriage) atau Pernikahan Anak (Child Marriage) diartikan sebagai perikatan yang disahkan secara hukum antara dua lain jenis untuk membentuk sebuah keluarga berada dibawah batas umur dewasa atau 18 tahun atau pernikahan yang melibatkan satu atau dua pihak yang masih anak-anak dengan terpaksa atau tidak terpaksa. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 perkawinan dini di Provinsi Bengkulu sebesar 52,5 persen dan pada kelompok umur 10 – 14 tahun sebesar 6,3 persen.
Pernikahan dini sering berujung pada kerugian  baik dari segi kesehatan maupun perkembangan bagi pihak perempuan, juga menjadi isu pelanggaran HAM yang terabaikan secara luas serta biasanya dikaitkan dengan sosial dan fisik membawa dampak buruk bagi perempuan muda dan keturunan mereka.
Pernikahan dini terkait dengan berkurangnya taraf hidup anak dan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal untuk mengembangkan dirinya dikarenakan bertambahnya tanggung jawab didalam rumah tangga terutama setelah mengandung dan memiliki anak.
Perempuan muda yang melakukan pernikahan dini sering dipaksa keluar dari sekolah tanpa pendidikan atau putus sekolah, status sosial yang lebih rendah di keluarga, suami kurang memiliki kontrol reproduksi sehingga kesehatan perempuan muda yang melakukan pernikahan dini terpengaruh karena tubuh terlalu muda hamil dan melahirkan, sehingga resiko kematian ibu masa hamil, melahirkan dan nifas hasil perhitungan sementara BPS Provinsi Bengkulu terjadi kematian ibu semasa hamil, melahirkan dan masa nifas 220 per 100.000 kelahiran hidup serta kematian bayi tinggi hasil SDKI tahun 2012 sebesar 29 per 1.000 kelahiran hidup, terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga perceraian dari kalangan keluarga muda tinggi. Keadaan ini terjadi di Kabupaten Mukomuko dari hasil Susenas Tahun 2011 Usia Kawin Pertama sebesar 18,8 tahun dibandingkan dengan Ikatan dalam perkawinan hanya 17,52 tahun, Kabupaten Bengkul Utara Usia Kawin Pertama rata-rata 19,59 tahun dan Ikatan Perkawinan Pertama 18,92 tahun.
Dari hasil survey mengenai pernikahan dini di Indonesia pada beberapa wilayah provinsi diambil kesimpulan penyebab dari pernikahan dini karena  pendidikan rendah dan menyebabkan anak perempuan menjadi putus sekolah dan terisolasi terhadap anak perempuan, hilangnya kesempatan meraih pendidikan formal menghambat perkembangan kualitas perempuan yang mendorong ketidaksetaraan dan terhambatnya proses pemberdayaan perempuan. Secara nasional pernikahan dari kelompok umur 10 – 14 tahun yang tidak sekolah 9,5 persen serta tidak tamat SD 9,1 persen.
Pernikahan dini disebabkan factor ekonomi lebih banyak dilakukan dari keluarga miskin dengan alas an dapat mengurangi beban tanggungan dari orang tua dan menyejahterakan remaja yang dinikahkan dan biasanya adanya keterpaksaan untuk melakukan pernikahan dini. Dampak menikahkan anaknya yang belum cukup umur, dampaknya bagi keluarga muda dari segi kebutuhan ekonomi akan mengakibatkan future shock atau stress,  akibat belum siapnya secara ekonomi disatu sisi dorongan konsumsi dan kebutuhan baru akibat perubahan jaman yang cepat, Keluarga Baru dari kelompok umur 10 – 14 tahun yang sama tidak bekerja 4,8 persen, masih sekolah 3,7 persen dan dikalangan petani/nelayan/buruh 6,3 persen, ketiga dari perkawinan dini yaitu  kultur/budaya/agama dimana perkawinan muda dari perdesaan lebih tinggi 6,2 persen dibandingkan perkotaan 3,4 persen, sex bebas pada remaja juga sebagai factor pendorong dari adanya pernikahan dini.
Secara hukum masalah perkawinan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan no 1 tahun 1974, terhadap persyaratan perkawinan pada Bab II penulis mendapatkan perbedaan penafsiran pada pasal 6 dan pasal 7. Pada pasal 7 ayat 1 tertulis perkawinan diijinkan bila pihak pria mencapai umur 19 tahun, pihak perempuan mencapai 16 tahun, pada ayat 2, pada ayat 1 bilama belum berumur ketentuan diatas dapat minta dispensasi pada pengadilan atau pejabat lain yang dimintakan oleh pihak kedua orang tua baik dari pihak pria maupun wanita, bagi penulis penafsiran berbeda terletak pada pasal 6 ayat 2 yaitu untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari kedua orang tua, sehinga Indonesia sampai saat ini belum mengatur usia legal minimum menkah adalah 18 tahun keatas padahal hingga tahun 2010 sudah terdapat 158 negara dengan usia legal minimum menikah 18 tahun keatas, akibatnya saat ini Indonesia masih tertinggal dari Negara lain dalam hal memberikan perlindungan anak dan usaha mengurangi terjadinya pernikahan dini.
Vidhyandika Moeljarto (1977) mengungkapkan pernikahan dini memberikan pengaruh hubungan gender yang asimetris menyebabkan kurangnya akses wanita terhadap bermacam hal seperti pangan, kesehatan, pendidikan dan keterampilan secara langsung mengakibatkan kemiskinan, lebih lanjut pendapat dari ahli lainnya Todaro menyatakan wanita miskin maka anak menjadi satu-satunya sumber yang dapat dikontrol untuk  mengurangi beban pekerjaan bagi keluarga miskin.
Keutuhan atau ketahanan keluarga dipengaruhi oleh factor ekonomi dalam pengambilan keputusan keluarga, seiring arus modernisasi dan informasi (IT) yang cepat , kebutuhan konsumsi keluarga yang makin tinggi mendorong keinginan keluarga untuk meningkatkan daya beli dan mengurangi beban tekanan ekonomi. Dampak secara langsung dijumpai pada keluarga perdesaan begitu banyak dorongan kebutuhan konsumsi dan kebutuhan baru yang direspon segera, belum lagi tuntutan anggota keluarga yang tinggi akibat perubahan jaman dan arus informasi yang cepat sebagai ilustrasi pertumbuhan kendaraan roda dua di perdesaan sangat pesat.
Dalam persoalan pernikahan dini keluarga jangan sampai terjebak pada situasi disorientasi pada individu dikarenakan perubahan yang terlalu banyak dalam waktu singkat, sedangkan peran orang tua terutama wilayah perdesaan yang mempunyai anak remaja belum menikah jangan terjebak untuk mengulang kebiasaan yang sudah pernah sukses dilakukan sebelumnya menikah dini tetapi sebenarnya tidak relevan dan tidak cocok dilakukan pada keadaan saat ini, dalam hal ini menikahkan anaknya pada usia dibawah 18 tahun. 
Mengurangi pernikahan dini pemerintah mempunyai andil besar terutama meningkatkan pendidikan dengan memberikan ketersediaan atau akses secara luas melalui penambahan gedung sekolah, Sumber Daya Manusia yaitu tenaga pendidik(guru dan administrasi) terdidik dan mumpuni, sarana dan prasarana lengkap dan disesuaikan dengan kondisi sekarang, terpenting lagi biaya sekolah yang terjangkau oleh masyarakat.
Perhatian pemerintah dalam meningkatkan ekonomi keluarga memberikan dampak pengurangan pernikahan dini, dalam sisi hukum melakukan regulasi terhadap undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dengan memberikan ketegasan terhadap batas umur minimal menikah, jajaran kesehatan, Badan Kependudukan dan KB, Departemen Agama, Sosial memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang peningkatan usia kawin dalam mewujudkan keluarga sejahtera dan berkualitas.

Program BkkbN pada Generasi Muda








Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus mengintensifkan sosialisasi dan advokasi bidang kependudukan dan keluarga berencana (KKB) nasional kepada generasi muda.
"Sasaran besar kita adalah generasi muda," kata Kepala BKKBN Fasli Jalal di sela Rapat Penyusunan Regulasi di Kantor BKKBN di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan anak-anak muda harus diberikan pemahaman mengenai penundaan usia perkawinan, waktu kehamilan hingga tumbuh kembang balita.
Fasli juga menjelaskan hampir sebagian besar generasi muda di Tanah Air berada dalam institusi pendidikan.
Oleh karena itu, BKKBN akan mendorong pihak sekolah dan tenaga pengajar untuk menyosialisasikan mengenai program kependudukan dan keluarga berencana kepada para pelajar.
Selain itu, BKKBN akan mendorong pusat informasi dan konseling di sekolah-sekolah untuk meningkatkan sosialisasi kepada para pelajar.
Selain itu, kata Fasli Jalal, BKKBN akan menyosialisasikan program kependudukan dan keluarga berencana melalui pos pemberdayaan masyarakat.
Kita juga akan meningkatkan kampanye soal kependudukan dan keluarga berencana melalui pos pemberdayaan masyarakat atau posdaya," katanya.(fr)

Jumlah Penduduk di Indonesia







REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 telah bertambah menjadi 241 juta jiwa lebih, demikian dikatakan Sekretaris Utama BKKBN Sudibyo Alimoeso, di Jakarta, Selasa.

Sudibyo menjelaskan, berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun.

"Itu sensus penduduk tahun lalu sementara sekarang sudah tahun 2011 berarti jumlah penduduk kita sudah bertambah lagi," katanya

Ia menjelaskan, jika laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun maka setiap tahunnya akan terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta lebih per tahun.

"Dengan demikian, jika di tahun 2010 jumlah penduduk 237,6 juta jiwa maka di tahun 2011 bertambah 3,5 juta maka sekarang ada 241 juta jiwa lebih," katanya.

Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka jumlah penduduk di Tanah Air pada 2045 bisa menjadi sekitar 450 juta jiwa, hal ini berarti satu dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia.

Untuk itu diperlukan upaya dan langkah konkret guna menurunkan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kualitas penduduk melalui berbagai program baik dalam aspek kualitas maupun kuantitas.

"Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan desain induk (grand design) pembangunan kependudukan dan revitalisasi program KB nasional untuk menjadi rancang bangunan tata kependudukan di Indonesia yang akan datang.

Selain itu, untuk menyikapi laju pertumbuhan penduduk juga diperlukan upaya revitalisi program Keluarga Berencana.